Kesadaranku terkolonisasi
aku dipaksa melihat materi
kue yang lezat disajikan bidadari manis
dengan pose menggiurkan
sorotan berdecak kagum
mendesis nafsu
mendera rasa gelisah akan ketiadaan
dan segenap jiwa jiwa kosong berucap,
“berikan itu untukku! Berikan itu untukku, hanya untukku…
agar malam penuh kegelisahan dapat hilang,
agar aku diterima,
agar aku diakui,
agar aku merasa… (tiba tiba kebingungan antara desakan yang amat sangat dan rasionalitas)
merasa apa ya…
merasa ADA? (agak tidak yakin)”
kebutuhan yang tak kubutuhkan (mmmh… sebentar, jangan tergesa menyatakan itu, mungkin saja ini semua memang kubutuhkan… mmmh, mungkin?)
kebutuhan yang mengiris tipis kemiskinan
mengenyahkannya dari muka bumi ini
lalu dengan begitu saja merangkul emas
mencumbui kesadaran
mengkhilafkan
menistakan ketidakmapanan
membentuk pulau nilainya sendiri
mengasingkan dari padanya
desingan gelak tawa lamat lamat terdengar
hingar bingar ritmisdinamis(egois)
warna warna gemerlap
tak perlu mereka mengundang, kau sudah terhipnotis
menyetujui, mendeklarasikan “saya setuju dengan kalian!!!” dengan bertingkah menyerupai mereka
Ha.ha.ha… aku disini menertawai kalian!
Begitu sia sia yang kalian lakukan,
Mendandani diri sendiri layaknya seorang badut
(yang tentu saja dalam hatinya merasa bagaikan pangeran dan putri negeri seribu satu malam)
“apakah ini salah?”, ujar penduduk pulaunilaisendiri…
lalu aku bilang, “ apakah kalian merasa salah?
entahlah aku bukan ibu kalian, atau guru kalian…
lagipula salah atau benar sudah tak kukenal lagi di pojok kertas ini.
Mereka akhirnya menikah dan bereproduksi,
dan anak merekalah yang menggantikan mereka…
jadi tidak ada lagi benar mutlak atau salah mutlak… ”
wajah mereka berkerut dan penuh tanda tanya
“ha.ha.ha.ha.ha…”, aku tertawa
wajah mereka makin heran,”kenapa kau tertawa?”
“aku hanya merasa bahagia…
karena aku tidak menjadi seperti kalian”, aku masih terus tertawa.
Makin keras.
Kini ganti mereka yang tertawa.
“bukankah kamu orang yang tolol!
Mana ada di dunia ini yang tidak ingin menjadi seperti kami…
muda, cantik, tampan, makmur, indah, elegan,…
mereka berusaha keras mengikuti kami”
Tertawaku semakin keras dan membahana.
“ya, kalian boleh bilang begitu.
Tapi siapa kalian jika semua embel embel itu kalian tinggalkan?.
Tidakkah kalian mengerti bahwa kalian dibuat untuk berfikir seperti itu!
Merasa nyaman di atas siksaan hampanya batin”
Sontak wajah mereka memucat kaget,
sebagian masih terus tertawa dan mengataiku gila.
Sebagian kecil mulai berteriak dan terbangun…
“sedang apa aku?”,tanya mereka yang terbangun.
“kamu baru saja bangun dari tidur panjang, kawan!”
mendengar jawabanku, dia manggut manggut dan melihat sekeliling
“sedang apa mereka?”, tanyanya padaku melihat kawan kawannya yang terdahulu
“mereka hanya sedang berjalan sambil tertidur”…
dan dia menggeliat dengan nikmat
selamat menikmati kesadaran, kawanku!
(tentu saja kita semuapun pernah tertidur)