Thursday, January 06, 2005 |
Tentang seorang lelaki dan perang miliknya |
Bisakah kueja langkah tertatihmu mengenal hidup?
Ya, hidup… hidup… dan hidup
Sebuah wujud yang berubah setiap waktu
Dan waktu… bisakah kuterjemahkan sebagai seorang perawan yang tak tersentuh?
Masih kuingat lelaki itu pergi kala senja menggenangi batas kota
Sisa langkahnya masih tercium, basah seperti air hujan yang mengguyur tandus
Dan tanah meretas tatkala itu, puing puing pasir luluh
Namun ketika hujan reda, dapat kau lihat bunga rumput pun tersenyum,
angin mengangguk manja,
suara bumi merintih lega…
andainya dapat kubaca hati lelaki itu semudah kubaca mendung, atau cerah matahari
tapi kesempurnaan hanyalah realitas yang semu
dan aku tak ingin membohongi diriku lagi.
Cukup hanya kegalauan itu, manis walaupun hatiku terasa diremas
Lelaki itu pergi dalam perang miliknya sendiri
Untuk memahami, untuk mencari yang dia percaya,
dan mungkin bila dia cukup berani, untuk menantang hidup…
lelaki itu telah pergi, namun satu kenangan manis yang kuingat dengan baik,
setoreh senyum sederhana di wajahnya
|
posted by laila @ 6:34 AM   |
|
2 Comments: |
-
diminta tetap tegak berdiri dengan jakun kelihatan, tidak mudah bagi setiap laki-laki. ketika tahu yang meminta adalah kesederhanaan, hanya ada satu kewajaran yang membuat sosok lelaki jadi utuh. kewajaran itulah yang mengakhiri semua tanya lama serta jadi awal semua kisah.
-
wah hebat euy puisinya. saya jadi pengen denger sang penulis membacakannya langsung...
|
|
<< Home |
|
|
|
diminta tetap tegak berdiri dengan jakun kelihatan, tidak mudah bagi setiap laki-laki.
ketika tahu yang meminta adalah kesederhanaan, hanya ada satu kewajaran yang membuat sosok lelaki jadi utuh.
kewajaran itulah yang mengakhiri semua tanya lama serta jadi awal semua kisah.