sahabatku duduk dengan mata yang menerawang sudut-sudut mimpi dijelajahinya kami merindukan hal yang sama, lelaki yang cukup kuat mengerti kami.
lalu kami berbicara untaian kata itu menjadi makna yang samar terasa potongan-potongan lelakinya dia tunjukkan kepadaku
suatu saat jika tiba, potongan itu habislah terangkai menjadi lelakinya. mungkin akupun akan menemukan lelakiku.
aku dan dia tersenyum, cukuplah doa kami pada Tuhan saudaraku, Tuhan sedang mempersiapkan kita dan lelaki kita untuk saat yang teramat indah, pertemuan kita dan mereka dengan cara yang aneh dan sederhana, kita dapat baca semuanya ketika mata kita dan mereka bertemu lalu suatu rindu yang purba menyelimuti hati diam-diam jiwa-jiwa bertemu, saling berpagutan, terseret dalam ruang tak mengenal waktu bernama cinta
senja ini cantik sekali aku terbangun oleh bayangan jingga yang menembus tirai jendela mentari memanjakan daun-daun jambu di halaman aku dapat melihat mereka bergoyang saling berbisikan sesekali tertawa tertahan, seperti gadis yang malu-malu
kita ada di sebuah rumah, rumah kita, berjendela besar dan bayangan senja yang sama membangunkanku
kau ada disana bersama anak kita saling memberi isyarat seperti daun memcoba membaca rambutku yang terurai basah berharap sepotong mimpi kubawa pulang
diam-diam kuperhatikan kalian, hati ini terasa sesak oleh cinta yang teramat besar
Pernahkah kubilang aku benci hujan? Aku benci caranya jatuh ke bumi, begitu memaksa untuk turun Aku benci percikan dingin yang dia beri Dan bumi hanya terdiam, ringkih lemah tak bergeming
Sehembus nafas pernah mencoba untuk keluar dari tubuhnya namun tertahan dan tertegun membayangkan dirinya berlari-lari di atap rumah
pernahkah aku bilang aku benci hujan? Tidak, aku tak pernah…
2-3 jam setelah itu :
kebahagiaan itu seperti hamburan energi yang berlompatan dengan lincah menginduksi semua roh yang ada di sekitarnya, terbang dan tersenyum manis
sekarang aku mengerti. Suatu saat jika dia habis, kebahagiaan lain akan berhinggapan diatas meja Kau tinggal memilih, melihatnya, atau menangkapnya dalam toples
Bahagia bagiku seperti jembatan yang menghubungkan antara dunia nyata dan mimpi
Lembaran baru yang terus berdatangan… berhamburan, berlompatan, beterbangan bergerak liar dan sulit ditangkap.
Aku merasa, aku merasa… Sepertinya tidak akan berhenti melonjak kegirangan menangkap lembaran yang berhamburan… mungkin setelah kutangkap aku akan tersenyum nakal meniupnya dan angin akan membawa gelak tawa ini jauh, jauh melintasi ruang, waktu, dan dimensi.
Suatu saat akan hinggap di depan orang yang sedang melamun di taman. dan sesederhana itu suatu kisah baru akan dimulai jadi kamu akan menyimpan kertas yang mana?
Tahukah sudah berapa juta kali aku tertawa bersama kalian? Tahukah sudah berapa ribu kali aku tertawa bersama kalian? Tahukah detik-detik saat jutaan kenangan manis menyentuh kita Sudah banyak, namun masih akan ada jutaan pagi lainnya bersama kalian…
Ketika nafas ini terisak, kalian ada disana… Entah sudah berapa kali hati ini lelah mengenal hidup, tapi kalian membuatku percaya aku dapat bangkit lagi. Entah sudah berapa kali aku tenggelam dalam ruang kegalauan, namun kalian ada disana
Sesederhana kita tersenyum melihat tingkah laku nola, sesederhana kita turut gembira saat fika jadian, sesederhana kita tersenyum saat cerita mia tak juga selesai, sesederhana kita berdecak geli melihat istie tersandung, atau sesederhana kita menangis diramal rini, sesederhana itu pula aku sayang kalian…
untuk kalian, sahabatku, saudaraku… kupersembahkan mentari pagi yang hangat dan manis… mereka tersenyum menatap kita. 6 orang perempuan dengan jiwa yang saling memberi kekuatan. Mungkin tak akan bisa mengganti semuanya, semua yang kalian beri… terima kasih telah membuatku lengkap.
(suatu catatan di pagi hari jumat sebelum ke rumah Rini)
Hiruplah, amati, resapi, rasakan diriku. Beri aku kekuatan dengan mengerti dan aku akan memapah langkahmu. Karena aku tak cukup kuat untuk sendiri.
Sayap-sayap sepi muram dengan kegelisahan, dan aku hanya ingin menyentuh pucuk cemara sampai angin mengajakku pergi berlarian, bercengkrama, bermesraan dengan hidup.
Dan angan-angan berhempasan, namun jiwa ini baru akan menepi jika seseorang mampu meraih, menyusun kembali, mengikat dengan jerat… dari potongan mimpi.
Bersama kita tak akan pernah terbangun. Karena sesederhana itulah mimpi akan jadi kenyataan.
Untuk sepotong kisah diujung sana, Terlalu banyak untuk semalam, ribuan langkah yang dilompati… Jauh sebelum kita siap… Jadi Tuhan, inilah bentuk pertobatanku, aku ikhlas
Lamat-lamat doa kuucap diantara kasih Suara kakeknya yang memuji Tuhan berdengung, aku tak ingin mendengar, hanya ingin merasakan. Dadaku sesak oleh kasih mereka bagimu… Begitu besar dan tak berujung… dan mungkin sebenarnya telah ada sebelum Adam diciptakan.
dan Kamu, KITA, indah.
sangat nyata, dan aku ingin memeluk kalian
tak perlu esok pagi aku terbangun dan melihat kalian diatas ranjangku karena kalian ada disini, di ruang kecil yang luas, bergetar setiap kuingat aku sayang kalian.
ya, dalam hatiku.
dan saat ini aku ingin berada di suatu tempat bersama kalian… berbuat apa saja dan dunia, apa hanya aku saja yang memperhatikan betapa cantiknya dirimu? Betapa kamu sebuah rumah yang menawan… Namun entah, aku merasa tak cukup berpijak. dan sekarang aku mulai mencari alasan mengapa aku harus berhenti menulis
Ada relung yang kusisakan di hati ini untukmu… entah untuk berjaga-jaga, entah karena setia kamu selalu ada disana, entah sampai kapan… entah akan kulepas kuizinkan.
Hingga saat ini kamu berupa jeda tanpa henti yang tak terbaca Bagaimana kabar dunia untukmu?
dan cinta kita tidak hilang… aku hanya berusaha mambunuhnya menenggelamkanmu dalam lautan tak bermakna meracunimu dengan senyumanku hingga perlahan-lahan nadimu teriris kata-kataku tubuhmu tercekik memintaku… dan saat itu baru kau akan tahu betapa berartinya aku.
Lihatlah senja perlahan mengurai cahaya makna-makna menggantung meninggalkan cerita yang tak pernah selesai dan kau berusaha meraih potongan diriku yang berlompatan di siang hari
pagi hari kita bertemu, dan mentari seakan berputar, naik, menggembung… terlalu cepat menyeret siang… sehingga belum sempat kau merasakanku